Saturday 8 May 2010

Lunturnya Jati Diri Pelajar Madrasah Aliyah

|3 comments
Lunturnya Jati Diri Pelajar Madrasah Aliyah

Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Menurut Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sistem pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Berdasarkan pada Undang-undang tersebut, sistem pendidikan nasional dibedakan menjadi satuan pendidikan, jalur pendidikan, jenis pendidikan, dan jenjang pendidikan.
Pendidikan Dasar merupakan pendidikan wajib belajar yang memberikan para siswa dengan pengetahuan dan keterampilan. Sebagai tambahan pada pendidikan dasar, terdapat Madrasah Ibtidaiyah, yang setingkat dengan Sekolah Dasar dan Madrasah Tsanawiyah yang setingkat dengan sekolah Lanjutan Tingkat Pertama umum dan Madrasah Aliyah yang setingkat dengan Sekolah Menengah Atas yang berada di bawah pengelolaan Departemen Agama yang sekarang berganti nama menjadi Kementrian Agama.
Madrasah Aliyah sebagai jenjang pendidikan menengah juga memiliki kurikulum yang hampir sama dengan SMA, namun bedanya ada tambahan jam pada mata pelajaran Agama Islam serta tambahan kurikulum bahasa Arab yang tidak dimiliki oleh Sekolah Menengah Atas. Namun opini masyarakat justru keberatan apabila menyekolahkan anaknya di MA, mereka beralasan anaknya tidak kuat dengan banyaknya pelajaran yang diajar di MA. Namun tak sedikit opini masyarakat yang menyebut siswa madrasah jauh lebih berkualitas dengan siswa SMA dari segi religius atau agamanya.
Tapi di era modernisasi serta era globlasisasi saat ini pelajar madrasah justru mulai luntur segi religusnya, hal itu bisa dibuktikan dari opini Guru yang mengajar pada mata pelajaran Agama Islam. Pelajar madrasah sekarang mengalami suatu hal yang disebut dengan degradasi moral, pelajaran Agama Islam tidak lagi dianggap penting apalagi mata pelajaran bahasa Arab, pelajar lebih memfokuskan pada pelajaran umum yang dianggap lebih penting, padahal pelajaran Agama merupakan bekal di kehidupan akhirat kelak.
Indikasi mulai lunturnya nilai religius pelajar juga tercermin dari sikap pelajar sendiri ketika menerima pelajaran agama Islam, Ketika diajar salah satu mata pelajaran Agama Islam, siswa justru ramai sendiri dan terkesan meremehkan. Ironisnya hal itu tidak berhenti pada saat KBM saja, pada saat sholat jamaah misalnya, kebanyakan siswa justru cangkruk dan tidak mengikuti sholat. Dan yang paling parah ketika ada perayaan Hari Besar Islam yang mengundang kyai untk berceramah, siswa seperti biasa ngoceh dan tidak memperhatikan.
Lunturnya nilai religius pelajar juga tercermin dari perilaku yang sederhana yaitu berdoa sebelum melakukan sesuatu, padahal Islam sendiri menyuruh umatnya untuk selalu berdoa sebelum dan sesudah melakukan aktivitas. Hal ini jauh berbeda dengan yang dilakukan pelajar SMA yang berbaris serta berdoa dengan khidmat sebelum memulai pelajaran. Memang pada madrasah Aliyah diberlakukan mengaji sebelum pelajaran, namun seperti biasa siswa ramai sendiri.
Nilai nilai religius yang ada pelajar saat ini bisa dikatakan mulai luntur dikarenakan imbas dari globalisasi budaya, globalisasi ialah proses terbentuk sebuah system organisasi dan system komunikasi antar masyarakat di seluruh dunia untuk mengikuti sistem dan kaidah yang sama. Budaya asing yang terus menyerbu buadaya lokal karena semakin canggihnya tekhnologi memaksa kita harus mengikuti budaya asing.
Contohnya budaya salam ketika kita bertemu atau berpapasan dengan muslim yang telah kita kenal saat ini mulai luntur, hal itu disebabkan adanya budaya asing yang lebih disukai terutama oleh pelajar, yaitu denga ucapan Hallo boy, atau Whats Up Bro! Ucapan itu yang saat ini yang sering diucapkan oleh pelajar madrasah Aliyah ketimbang ucapan salam Islami yang lebih dulu kita kenal.
Selain nilai religius, nilai moral yang terdapat pada pelajar madrasah Aliyah juga mulai luntur. Contoh yang paling nyata ialah dari segi pergaulannya, saat tak ada lagi batas yang memisahkan antara siswa dengan siswi, ditambah lagi dengan semakin mudahnya komunikasi membuat pergaulan menjadi semakin kebablasan. Fenomena berpacaran pun sudah menjadi hal yang biasa bagi pelajar MA. Mereka tidak lagi mengindahkan institusi MA yang berbasis pembelajaran agama Islam.
Kesopanan yang menjadi ciri khas budaya timur Indonesia juga mulai ditinggalkan oleh pelajar Madrasah, sopan santun terhadap guru tak lagi diindahkan. Semua itu terjadi akibat dari globalisasi budaya yang menyebabkan budaya asing bebas masuk dan cepat diterima oleh masyarakat. Budaya barat yang cenderung konsumtif serta lebih cenderung hedonisme telah membius masyarakat. Kita tidak sadar bahwa saat ini kita dijajah oleh produk produk barat baik dari produk rumah tangga sampai produk budaya moden seperti jejaring sosial facebook dan lain lain.
Saat ini pelajar madrasah Aliyah bisa dikatakan kehilangan jati diri, pengetahuan agama yang menjadi nilai lebih serta keunggulan mereka, sekarang justru diabaikan dan lebih mementingkan pelajaran umum. Padahal jika dibandingkan dengan pelajar SMA , pelajar madarasah masih bisa dikatakan agak tertinggal pada pelajaran umum. Sebenarnya Islam memang menuntun kita untuk menuntut ilmu umum, namun tidak boleh meninggalkan esensi dari pelajaran agama Islam sendiri.
Budaya Islam pun juga mulai ditinggalkan oleh pelajar, mereka lebih memilih budaya barat yang serba instan dan duniawi. Sehingga norma kesopanan sudah mulai luntur. Hal ini yang harus dicari jalan keluarnya oleh umat Islam, sebab pelajar ialah tonggak masa depan bangsa, kepada merekalah tongkat estafet pembangunan Islam diserahkan. Apabila saat ini mereka sudah kehilangan jati diri maka kepada siapa tongkat estafet ini akan diserahkan?



ilmuhanif.blogspot.com

My Profile

|0 comments

Penulis bernama lengkap Hanif Ramadhani, lahir di Kediri 21 Maret 1993. Orang tuanya yaitu Imam Bukhori dan Astutik bekerja sebagai PNS dan guru MI. riwayat pendidikannya ialah RA Kusuma Mulya, lalu SDN Sidomulyo 1, lanjut ke MTsN 2 Kediri dan sekarang di MAN 3 Kediri. Hobi penulis ialah sepak bola dan menulis. Penulis sangat ingin membahagiakan kedua orang tuanya, oleh karena itu beliau terus berusaha dengan memberikan prestasi serta tetap berbakti pada orang tua. ilmuhanif.blogspot.com

Bahaya logam berat Pb

|0 comments
DETEKSI LOGAM Pb SEBAGAI INDIKATOR POLUSI UDARA DAN KORELASINYA DENGAN PEMANASAN GLOBAL

Salah satu hal yang menyumbang adanya pencemaran udara adalah kendaraan bermotor. Jutaan mobil dan motor telah memenuhi jalan raya sambil mengeluarkan sejumlah asap yang sangat berbahaya. Akibat pembakaran tidak sempurna, akan menghasilkan gas CO2, CO dan NO. Disamping itu, adanya penambahan senyawa aditif (TEL) untuk menaikan angka oktan bensin telah berakibat penambah zat pencemar di udara yaitu Pb.
Adapun masalah yang akan dilakukan penelitian adalah mendeteksi secara sederhana kadar logam Pb yang terdapat dalam bensin, asap yang di keluarkan oleh kendaraan bermotor serta kadar Pb di udara kota Kediri. Sedangkan tujuannya adalah mengetahui kadar Pb tersebut dan pengaruhnya terhadap timbulnya pemanasan global.
Berikut merupakan zat-zat yang dapat menyumbang pencemaran udara dan mempercepat timbulnya pemanasan global.
1. Karbon Monoksida (CO)
Gas ini barasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar dan bersifat racun. Serta dapat beraksi dengan hemoglobin darah.
2. Oksida Nitrogen (NOX)
Gas ini berasal dari pembakaran minyak bumi. Hal ini berakibat timbulnya kabut asap dan hujan asam yang dapat merusak logam-logam.
3. Oksi Belerang (SOX)
Gas ini barasal dari pembakaran batu bara dan minyak bumi serta letusan gunung berapi. Efek negatifnya dapat merusak pernafasan serta terjadinya hujan asam.
4. Partikel Padat
Zat ini berasal dari pembakaran tungku, industri dan kendaraan bermotor. Polutan logam bersifat toksik dan dapat meracuni tubuh manusia. Misalnya Pb, Hg, Cd dan Sb.


Pada penelitian ini dilakukan pengukuran kadar Pb secara sederhana dengan alat penyedot dan kertas saring yang di celup larutan asam nitrat. Sampel yang diteliti adalah : bensin, asam motor dan mobil serta debu di udara. Sedangkan kadar Pb ditentukan dengan metode AAS. Sampel bensin diambil 2 macam, motor dan mobil 5 macam, lokasi diambil 6 titik di kota kediri jawa timur. Analisis kadar Pb dilakukan dilaboratorium Analisis KIMIA FMIPA. UNIBRAW. Malang.
Hasil penelitian menunjukan kadar Pb pada bensin 0,23 ppm dan premix 0,34 ppm. Hal ini berarti dalam bensin ditambahkan senyawa TEL yang mengandung Pb. Sedangkan pada pengukuran kadar Pb dari asap kendaraan antara 0,046-0,057 ppm. Tapi untuk motor 2 tak mengandung Pb sebesar 0,296 dan 0,37 ppm. Hal ini berarti motor 2 tak banyak menyumbang polutan Pb dibanding motor 4 tak dan mobil. Pengukuran kadar Pb di 4 lokasi menunjukan hasil antara 0,023-0,34 ppm. Sedangkan 2 lokasi lainnya lebih tinggi kadar Pb-nya yaitu 0,222 dan 0,37 ppm. Kedua lokasi tersebut jarang ditumbuhi pepohonan serta jumlah kendaraan yang lewat cukup banyak dibanding 4 lokasi lainnya.
Dilihat dari ambang batas pencemar udara, untuk kadar Pb maksimal 0,1-0,15 ppm. Berarti 2 jenis motor dan 2 titik lokasi di kediri telah melebihi batas tersebut yaitu 0,2-0,37 ppm. Adanya partikel logam Pb di udara yang melebihi ambang batas dapat mengakibatkan terbentuknya pemanasan global di suatu tempat lebih cepat. Sedangkan pada 4 lokasi lainnya masih dibawah ambang batas yaitu maksimum 0,057 ppm. Hal ini diakibatkan lokasi tersebut masih banyak ditumbuhi pohon pelindung yang dapat menyerap partikel zat padat pencemar (logam Pb).
Oleh karena itu , untuk mengurangi pencemaran udara dan timbulnya pemanasan global dapat dilakukan dengan cara yaitu :
1. Mengurangi penggunaan bahan bakar yang mengandumg logam pencemar.
2. Melakukan penanaman pohon-pohon pelindung dan menyerap zat pencemar dimana-mana.
3. Menanamkan pendidikan lingkungan hidup di semua jenjang sekolah sejak dini.
4. Mengharuskan tiap lingkungan industri dengan konsep dengan konsep tata lingkungan dan ramah lingkungan.