Salah
satu profesi yang dianggap sebagai tonggak kesuksesan pembangunan sumber daya
manusia sebuah bangsa adalah profesi guru. Betapa tidak? Guru adalah ujung
tombak pelaksanaan pendidikan baik yang diadakan di lingkungan pendidikan
formal maupun pendidikan non formal. Guru dalam terminologi Jawa merupakan
singkatan dari kata Digugu dan Ditiru yang
artinya bahwa segala sikap dan tindak tanduk seorang guru harus menjadi contoh
yang baik bagi peserta didiknya. Hal ini
berlaku bagi semua guru dan salah satunya adalah guru Pendidikan Agama Islam.
Salah
seorang guru Agama yang benar benar menjadi sosok yang digugu dan ditiru adalah
bapak Imam Bukhori. Beliau adalah guru PAI di SDN Minggiran 2 kec. Papar
Kabupaten Kediri. Sudah sejak tahun 1980an beliau mengabdikan diri untuk
mengajar di sana. Meskipun beliau tidak memiiki gelar sarjana dan hanya
memiliki ijazah penyetaraan Diploma II setelah lulus dari PGAN 6 tahun Kediri.
Namun itu semua sama sekali tidak menyurutkan langkah beliau untuk dengan tulus
mendidik generasi penerus bangsa dengan bekal pendidikan agama yang sangat
berguna. Padahal jarak dari rumah ke sekolah adalah lebih dari 25 KM dan itu
setiap hari ditempuh oleh beliau dengan rasa suka cita dan tak ada rasa
mengeluh sedikitpun di dalamnya.
Sebagai
putranya,tentu saya sesekali merasa iba dengan kondisi bapak yang setiap hari
harus berkendara sepanjang 50 KM. Apalagi
usia bapak sekarang sudah menginjak usia 58 tahun yang artinya 2 tahun lagi
tugasnya usai sebagai abdi negara. Atas nama faktor kesehatan kami pihak
keluarga juga menyarankan sejak umur 50-an agar beliau mutasi kerja dan
mengajar di SD terdekat saja,namun atas nama dedikasi dan pengabdian pula
beliau menolak saran tersebut dan memilih untuk terus mengabdi di SDN Minggiran
2 walau begitu jauh jaraknya.
Sebagai
seorang pegawai negeri kami sangat bersyukur atas upah yang diberikan oleh
pemerintah kepada bapak saya sebagai bentuk apresiasi atas pekerjaan dan
dedikasi yang sudah dilakukan oleh bapak Imam Bukhori. Berbagai kebijakan seperti gaji ke 13 dan sertifikasi yang diberikan
oleh pemerintah telah banyak membantu perkenomian keluarga kami. Namun sesekali
tunjangan yang harusnya diterima tepat waktu tersebut terkadang tidak diberikan
sesuai waktunya. Itulah yang membuat perkenomian keluarga kami menjadi gali
lubang tutup lubang. Tetapi meskipun begitu Bapak tidak pernah menyalahkan pemerintah
karena menurutnya memang seperti itulah konsekuensi menjadi seorang abdi
negara. Sungguh mulia hati bapak saya, di saat guru guru lain menghalalkan
segala cara untuk mendapatkan kenaikan pangkat maupun tunjangan sertikasi namun
bapak saya dengan tegas menolak cara tersebut dan lebih memilih untuk fokus
mengabdi untuk mengajar dengan profesional. Terakhir bapak berpesan kepada kami
bahwa pendidikan adalah segala galanya,
bahkan bapak dengan kerja keras mampu menyekolahkan saya hingga sampai bangku
perguruan tinggi. Oh bapakku 25 kilometer lebih jarak tempuhmu, 25 tahun lebih
pengabdianmu, tak terhitung pula berapa peserta didik yang sudah kau tularkan ilmumu, dan akan terus mengalir
pahalamu.Salam hormat juga untuk seluruh guru di Indonesia