Monday 22 November 2010

Sejarah Kesenian Jemblung


Indonesia sebagai negara kepulauan dikenal memiliki banyak kesenian tradisional. Salah satunya kesenian Jemblung yang berkembang dari daerah Kediri Jawa Timur. Menurut Bapak Maksum lahirnya Jemblung bermula dari dakwah yang dilakukan oleh Wali Sanga pada abad 15 untuk menarik minat masyarakat Jawa yang saat itu masih memeluk agama Hindu, apalagi di daerah Kediri . Pada saat itu masyarakat Jawa sangat menggandrungi kesenian seperti wayang yang pada saat itu masih menjadi pertunjukan kraton. Selain wayang masyarakat juga menyukai bunyi-bunyian seperti bunyi alat musik gamelan ataupun, tembang/nyanyian. Melihat hal itu akhirnya Wali Sanga memanfaatkannya sebagai media dakwah sehingga banyak kesenian yang diciptakan oleh Wali Sanga yang merupakan campuran antara budaya Jawa yang berbau Hindu dengan Islam. Banyak kesenian yang dihasilkan oleh Wali Sanga seperti wayang kulit oleh sunan Kalijaga, macapatan oleh Sunan Bonang, tembang Lir Ilir oleh Sunan Bonang. Dalam hal ini sunan Kalijaga lebih banyak menciptakan kesenian Jawa Islami karena sunan Kalijaga merupakan satu-satunya wali dari anggota Wali Sanga yang asli penduduk Jawa sehingga benar-benar mengetauhi budaya masyarakat Jawa.
Saat menciptakan kesenian Jawa Islami, sunan Kalijaga mengakulturasi kebudayaan Hindu dengan Islam. Hal itu bisa dilihat dari wayang kulit yang ceritanya dikarang sendiri. Selain itu juga terdapat Jemblung yang merupakan akulturasi wayang dengan agama Islam sehingga tercipta cerita yang disajikan tak ubahnya seperti wayang lainnya. Sunan kalijaga mengemas Jemblung dan wayang kulit secara apik (wawancara, 21 Mei 2010) Ketika Jemblung dipentaskan orang yang ingin menyaksikan tidak dikenakan biaya masuk, akan tetapi diganti dengan kalimat syahadat sebagai bukti masuk Islam. Sehingga bisa dikatakan pada saat itu Jemblung berfungsi sebagai media dakwah.
Sedangkan menurut analisa Bapak Sujiman selaku Dalang sekaligus pimpinan grup Jemblung Putra Budaya , Sebenarnya kesenian Jemblung diciptakan oleh kalangan wali putihan bukan diciptakan oleh kalangan wali abangan seperti Sunan Kalijaga. Hal itu bisa dilihat pada aturan dasar Jemblung yang melarang wanita untuk menjadi pemain Jemblung. Selain itu pada pementasan Jemblung juga lebih menekankan misi dakwahnya. Sejarah Jemblung menurut Bapak Sujiman berawal dari kegiatan Macapatan dan bermain kartu yang dilakukan oleh masyarakat Jawa ketika melekan menjaga orang yang meninggal, kegiatan macapatan itu terus berkembang dan diiringi oleh gamelan mulut. Daripada acara melekan diisi dengan macapatan maka para wali menambahkan tutur dakwah dan menambahkan alat musik kentrung hingga dinamakan kesenian kentrung. Kentrung ini merupakan cikal bakal dari kesenian Jemblung. Seiring bertambahnya waktu instrumen musik Kentrung ditambah dengan Jidor yang menghasilkan bunyi Blung Blung sehingga dinamakan kesenian Jemblung. (Wawancara, 2 Mei 2010)
Hal itu senada dengan analisa dari Bapak Mansur Mustofa sebagai salah satu dalang dari grup Jemblung Taruna Budaya, menurutnya lahirnya Jemblung di daerah Kediri berawal dari keadaan religi masyarakat Kediri yang carut marut setelah ditinggal oleh raja Jayabaya. Masyarakat Kediri yang sebelumnya memeluk agama Hindu dengan menyembah dewa-dewa setelah ditinggal oleh Jayabaya menjadi menyembah danyang (semacam penunggu desa). Pada zaman itu di daerah Kediri sudah terdapat kesenian Kentrung dan pada saat itu merupakan zaman awal Islam. Sunan Bonang yang mengetahui keadaan religi masyarakat Kediri mengakulturasi kesenian kentrung dengan menambah instrumen Jidor sehingga lahirlah Jemblung di Kediri. (Wawancara, 26 Mei 2010)
Terdapat tiga pendapat yang dirujuk dalam alasan penamaan Jemblung. Pendapat pertama diambil berdasarkan bunyi yang dihasilkan oleh instrumen yang mengiringi cerita jemblung. Pendapat yang kedua berdasarkan nama salah satu tokoh cerita menak yakni Jemblung Umar Madi. Menurut pendapat yang pertama, instrumen terbang jemblung yang berukuran besar apabila di pukul menghasilkan suara blung…..blung….blung. oleh karena itu seni bercerita yang menggunakan terbang yang berukuran besar itu disebut Jemblung.
Pendapat yang kedua bermula dari cerita menak bernama Umar Madi. Umar Madi mempunyai badan besar dan perut buncit. Orang yang mempunyai potongan seperti itu diberi sebutan Jemblung. Sehingga nama Umar Madi menjadi jemblnug marmadi sehingga seninya diberi nama Jemblung.(Wawancara, 2 Mei 2010) Sedangkan pendapat ketiga menyatakan kalau nama Jemblung diambil dari keadaan masyarakat Kediri yang gemblung (bodoh) setelah ditinggal oleh Jayabaya mereka menjadi menyembah danyang dan kembali ke aliran dinamisme. Melihat itu Sunan Bonang mengakulturasi kesenian Kentrung yang sudah berkembang di Kediri dengan menambah instrument Jidor sehingga disebut kesenian Jemblung yang berawal dari keadaan masyarakat Kediri.
Sejak Jemblung lahir pada abad ke-15 (Wawancara, 21 Mei 2010). Jemblung terus mengalami perkembangan sampai saat ini. Berbagai perubahan konvesional telah dialami oleh kesenian ini. Salah satunya pergeseran fungsi, fungsi Jemblung masa kini sudah berbeda dengan Jemblung dulu. Pada awal perkembangannya Jemblung digunakan sebagai media dakwah agama Islam oleh para wali. Pada zaman tersebut budaya Hindu masih kental di Nusantara dan orang Jawa sangat menyukai kesenian seperti Tembang dan Gamelan. Melihat peluang tersebut para wali mengakulturasi wayang dengan agama Islam hingga lahirlah Jemblung yang digunakan sebagai media dakwah para wali. Hal ini terus terjadi pada awal masuknya Islam pada zaman kolonialpun Jemblung masih digunakan sebagai media dakwah, itu terbukti dengan adanya lakon Jemblung yang mengisahkan Pangeran Diponegoro. Tahun 1960an Jemblung terkenal di wilayah Blitar dan Kediri, saat itu Jemblung berfungsi sebagai media dakwah dan komersialis, karena tawaran tawaran pentas yang mengalir deras akan tetapi, hal itu tidak berlangsung lama karena pamor Jemblung dari tahun ketahun semakin surut. Fungsi Jemblung sekarang menjadi fungsi komersialis dimana Jemblung dipentaskan dalam rangka tertentu. Seperti pada seorang hajatan, syukuran, atau Peringatan Hari Besar Islam seperti Maulid nabi dan Isra’ Mi’raj nabi. Jemblung sekarang juga ada fungsi penyuluhan fungsi ini merupakan progam pemerintah yang menyelipkan tentang progam-program pemerintah seperti KB, konvensi minyak gas dalam hal ini pemerintah bekerja sama dengan seniman Jemblung untuk menginformasikan progam pemerintah ketika pementasan Jemblung (Wawancara,21 Maret 2009)

2 comments:

  • dika setya prabakti says:
    19 January 2011 at 16:42

    sip,,,lestarikan kebudayaan bangsa

  • Universale Institute says:
    24 January 2011 at 23:33

    wah salut deh ya..anak muda putra daerah yang mau konsen untuk budayanya sendiri. Itu penelitian untuk study ya mas? Sukses selalu ya..

    Menanggapi penamaan Jemblung saya kira argu yang relevan adalah pada instrumen. Adapun dari Umar Madi, secara logik asumsinya malah cenderung justru ada penambahan kata Jemblung oleh bunyi instrumen itulah dan karena mengingat fostur tubuh Umar Madi dalam pencitraannya cocok jika ditambahi nama menjadi Jemblung Umar Madi..karena toh cerita itu dari tanah Persi atau Mesir (?)rasanya janggal diketemukan istilah Jemblung. Umar Madi itupun sebenarnya adalah penyeseuaian latfal Arab ke Latfal Jawa. Semoga asumsi ini dapat menjadi inspire untuk penyelusuran lebih lanjut. Thanks,CU. Dari Poeh Puh

Post a Comment

Leave Comment Please